Pshk Dukung Pemilu Dipisah, Ungkit 209 Petugas Meninggal Di 2024

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendukung Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 nan memisahkan waktu penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah.

Manajer Program PSHK Violla Reininda menyoroti gimana melelahkannya Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) nan digelar serentak di 2024. Ada 209 petugas pemilu meninggal bumi dalam penyelenggaraan pesta kerakyatan tersebut.

"Tercatat di Pemilu 2024 ada 181 penyelenggara di tingkat teknis nan berpulang, di Pilkada ada 28 petugas nan meninggal di 2024 lalu," beber Violla dalam Webinar Constitutional and Administrative Law Society (CALS) via Zoom, Minggu (6/7).

"Jadi, soal kesehatan dan juga keamanan dari penyelenggara (pemilu) itu bukan satu perihal nan dipikirkan secara cukup oleh pembentuk kebijakan (pemerintah dan DPR RI). Sehingga kita kembali lagi menemukan kasus-kasus penyelenggara di level teknis itu kelelahan," sambungnya.

Menurutnya, putusan MK mencerahkan tentang timeline penyelenggaraan pemilu. Ia menilai apa nan diputuskan Mahkamah Konstitusi sudah menjawab keluhan publik. Violla mendukung adanya pemisahan waktu nan tegas dari gelaran pemilu nasional serta daerah.

Jadwal nan berbarengan dianggap turut menjadi biang kerok kurangnya antusiasme masyarakat dalam memilih para kepala daerah. Para calon kepala wilayah juga dibebani untuk mengampanyekan buahpikiran dan pendapat calon presidennya. Padahal, ada poin lokalitas nan diusung dalam setiap pilkada.

"One is too many, apalagi ratusan orang nan kudu gugur lantaran kelelahan menyelenggarakan pemilu dan juga pilkada di waktu nan berdekatan. Seharusnya ini menjadi catatan pembentuk undang-undang," ucapnya.

"Dengan adanya putusan MK ini sebetulnya jadi bahan refleksi dan satu penyelarasan nan perlu ditangkap oleh DPR dan juga pemerintah, termasuk juga oleh DPD. Ketika menyusun undang-undang kepemiluan gimana memformulasikan satu ketentuan undang-undang nan juga ditunjukkan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan," tandas Violla.

Pemilu nasional mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, personil DPR, serta personil DPD. Di lain sisi, pemilu wilayah terdiri atas pemilihan kepala daerah, personil DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Dengan dikabulkannya permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), MK memutuskan bahwa gelaran pemilu nasional dan wilayah ke depan kudu dipisahkan. Jeda waktunya adalah paling singkat dua tahun alias paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menyarankan seluruh pihak mengenai segera membuang kepentingan politiknya. Ia meminta pemerintah dan DPR RI konsentrasi menerjemahkan putusan MK menjadi patokan teknis pemilu di dalam undang-undang.

Ia mewanti-wanti jangan sampai DPR RI hanya sibuk mengurus masalah transisi, ialah perpanjangan masa kedudukan kepala wilayah dan DPRD. Pria nan berkawan disapa Uceng itu mendorong adanya kesungguhan negara dalam menata ulang masalah pemilu di Indonesia.

"Kita tetap ada waktu sekitar 4 tahun menuju pemilu berikutnya ... Saya mau mengatakan, kita punya waktu 2,5 tahun untuk memikirkan gimana sistem kepemiluan kita memadai. Bagaimana mengenyahkan politik uang, gimana menyelesaikan kelembagaan, gimana kemudian menyelesaikan sistem kepemiluan, gimana menyelesaikan model kandidasi," tuturnya.

(skt/pta)

Selengkapnya