Pemerintah Masih Kaji Putusan Mk Soal Pemisahan Pemilu

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Pemerintah tetap mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu lokal dan nasional pada 2029 mendatang.

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan putusan itu saat ini tetap dalam kajian oleh pemerintah.

"Setelah kelak kita petakan, dalam perihal ini tingkat pemerintah, kita telaah dengan DPR, prosesnya seperti apa," ujar Budi di kompleks parlemen, Senin (7/7).

"Masih panjang [prosesnya]," imbuh dia.

Namun, Budi tak menampik implikasi dari putusan tersebut terhadap sejumlah hal. Mulai dari penganggaran, regulasi, termasuk sejumlah risikonya.

"Tentu keputusan MK-nya ada implikasinya, itu sedang dalam pembahasan kita, ialah dalam tata kelola nantinya, perubahan regulasi, termasuk juga sistem penganggaran dan sebagainya, risiko-risiko dan sebagainya," katanya.

Pemerintah dan DPR sebelumnya disebut telah menggelar rapat dengan perwakilan pemerintah, membahas putusan MK pada 1 Juli lalu, alias sepekan setelah putusan MK dibacakan pada 26 Juni. Namun, baik pemerintah dan DPR belum angkat bunyi mengenai hasil rapat tersebut.

Keputusan MK soal pemisahan pemilu tertuang lewat perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 nan diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6).

Lewat putusan itu, MK meminta agar pemilu wilayah alias lokal digelar setelah pemilu nasional minimal 2 tahun alias maksimal 2,5 tahun. Pemilu nasional meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD.

Sedangkan pemilihan lokal alias wilayah meliputi kepala wilayah gubernur dan bupati wali kota, serta DPRD.

Sejumlah pihak menyebut putusan itu bakal menjadi pembicaraan para elit partai mengingat kompleksitasnya dengan undang-undang dan UUD. Fraksi-fraksi di DPR, selain NasDem, juga belum bersikap tegas terhadap putusan tersebut.

Ketua Komisi II DPR Bidang Politik dan Pemerintahan, Rifqinizami Karsayuda mengakui putusan MK dilematis untuk diimplementasikan. Di satu sisi, potensi perpanjangan masa kedudukan personil DPRD, dari 5 menjadi 7,5 tahun sesuai petunjuk MK, tak sesuai dengan UUD '45.

Sebab, UUD Pasal 22E mengamanatkan pemilihan DPR, presiden dan wakil presiden, serta DPRD dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Di lain sisi, putusan MK juga kudu diimplementasikan lantaran berkarakter final dan mengikat.

"Pemilihan umum dilaksanakan 5 tahun sekali. Pemilihan umum dilaksanakan untuk memilih presiden-wakil presiden, personil DPR RI, personil DPD RI, dan personil DPRD," kata politikus Partai NasDem itu.

"Nah, jika kita membikin rekayasa norma pada level undang-undang, nan nyata-nyata melabrak norma di undang-undang dasar, kan kita bukan merekayasa konstitusi namanya, kita mengangkangi konstitusi," imbuhnya.

(thr/fra)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya