Pemegang Obligasi Ppro Tolak Wacana Konversi Ke Saham, Ini Alasannya

Sedang Trending 5 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com - Pemegang obligasi emiten bangunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT PP Properti Tbk (PPRO) menolak wacana konversi utangnya menjadi saham. Pihaknya berambisi perseroan dapat tetap mengakomodir pembayaran kembang dan pokok utangnya secara tunai.

"Kami kan memberikan pinjaman (utang) dalam corak duit (tunai), angan kami pun dibayarkan kembali dalam corak tunai, bukan saham. Kami terbuka untuk negosiasi selama kewenangan kami tetap dapat dipenuhi," ujar salah satu pemegang obligasi PPRO, ketika ditemui CNBC Indonesia, Selasa (7/1/2025).

Seperti diketahui, PT PP Properti Tbk (PPRO) menunda pembayaran kembang ke-11 Obligasi Berkelanjutan II PP Properti Tahap IV Tahun 2022 Seri B nan semestinya jatuh pada 14 Oktober 2024. Obligasi ini sendiri mempunyai nilai pokok Rp 163,5 miliar dan kembang 10,60% per tahun, dan sedianya bakal jatuh tempo pada 14 Januari 2025.

Penundaan ini dilakukan lantaran Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan PPRO dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara selama 45 hari sejak 7 Oktober 2024 lalu.

Wacana konversi pembayaran kewajiban obligasi dengan saham telah diketahui pihak pemegang obligasi lewat draft awal rencana penyelesaian tanggungjawab kepada kreditur nan dibagi ke dalam beberapa tranches atau metode pembayaran, berasas jumlah tagihan terverifikasi dalam proses PKPU.

Berdasarkan arsip nan diterima CNBC Indonesia, terdapat 7 tranche pembayaran nan bakal dilakukan oleh manajemen PPRO dalam menyelesaikan kewajibannya. Namun, terdapat 2 tranche pembayaran nan bakal dikonversi menjadi saham, ialah tranche E ialah kreditur nan mempunyai nilai utang antara Rp 20-45 miliar, dan tranche F nan merupakan kreditur nan mempunyai nilai utang di atas Rp 45 miliar.

Sementara untuk tranche A sampai D, metode pembayarannya bakal dilakukan melalui skema balloning payment sesuai dengan keahlian cash flow perusahaan. Kemudian untuk tranche G, pembayaran bakal dilakukan melalui metode konversi perpetual loan. Dalam rencana penyelesaian tanggungjawab nan ditawarkan perseroan juga disebutkan pembayaran kembang dan denda tertunggak diusulkan dihapuskan untuk semua tranche pembayaran.

Pemegang obligasi sendiri dikatakan telah menerima undangan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) Berkelanjutan II PP Properti Tahap III 2021 Seri B untuk membahas skema penyelesaian nan ditawarkan pada pada Jumat, 10 Januari 2025. "Harapannya, bunyi Kami juga dapat didengar dalam kesepakatan penyelesaian nanti," ujarnya. 

Belajar Dari Obligasi Waskita Karya

Jika kita belajar dari pengalaman emiten bangunan BUMN lainnya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) nan mempunyai kondisi nyaris mirip, skema penyelesaian tanggungjawab melalui kesepakatan berbareng antara manajemen dan pemegang obligasi sangat dimungkinkan terjadi. WSKT ketika itu memperoleh restu dari pemegang obligasi atas usulan skema penyelesaian pokok dan kembang obligasi non-penjaminan. Persetujuan tersebut diraih dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) nan digelar di Jakarta pada tanggal 21-22 Februari 2024.

Direktur Utama Waskita Karya Muhammad Hanugroho ketika itu mengatakan, dengan persetujuan dari pemegang obligasi tersebut, seluruh kreditur perbankan juga telah menyetujui secara prinsip usulan skema restrukturisasi utang bank nan diusulkan Waskita.

"Ini adalah rangkaian proses restrukturisasi Waskita Karya secara menyeluruh. Harapannya kita bisa memperoleh suatu kesepakatan dan kemufakatan nan lebih baik antara Waskita dan Pemegang Obligasi. Manajemen Perseroan berkomitmen untuk memenuhi segala tanggungjawab nan semestinya kami deliver kepada bapak ibu nan datang pada hari ini," ujarnya dalam keterangan resminya, Senin (26/2).

Menurutnya, persetujuan atas restrukturisasi Waskita merupakan titik krusial bagi pemulihan kondisi finansial Perseroan untuk dapat melakukan manajemen cash flow secara optimal guna menghasilkan siklus aktivitas operasional nan lebih sustain.

"Usulan nan kami berikan tentunya adalah opsi nan terbaik dari Perseroan dalam proses penyelesaian tanggungjawab Waskita kepada seluruh kreditur baik perbankan, pemegang obligasi, maupun vendor," ungkapnya.

Adapun hasil RUPO nan disetujui ialah Obligasi Berkelanjutan III Tahap III Tahun 2018 dengan jumlah persetujuan sebesar 77,91%, Obligasi Berkelanjutan IV tahap I tahun 2020 sebesar 92,38% dan Obligasi Berkelanjutan III Tahap II tahun 2018 sebesar 79,19%. Untuk diketahui hasil minimal nan kudu disetujui ialah 75% dari quorum kehadiran RUPO.

"Selanjutnya Perseroan segera menjalankan langkah-langkah strategis nan menjadi komitmen Perusahaan dalam melaksanakan Perjanjian Perwaliamanatan dan keputusan RUPO," tutupnya.


(ayh/ayh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Asing Antisipasi Kebijakan Impor Trump, IHSG & Rupiah Merana

Next Article Anak Usaha Delta Dunia Makmur (DOID) Kantongi Obligasi Rp 1 Triliun

Selengkapnya