Dpr Minta Kemenag Dan Kemendikdasmen Duduk Bersama Soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan

Sedang Trending 6 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

pendapatsaya.com, Jakarta Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad Alaydus merespons wacana libur selama ramadan sebulan penuh.

Dia meminta Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) duduk berbareng membahas rencana tersebut.

Menurut dia, rencana libur selama ramadan sebulan penuh merupakan perihal nan baik, jika ditujukan guna memberikan kesempatan para siswa untuk menjalankan ibadah dengan optimal sehingga dapat meningkatan sisi spritualitas mereka

"Tujuan libur selama ramadan sangat baik. Para siswa kita bisa konsentrasi ibadah dan belajar agama. Kami mendukung rencana itu," kata Habib Syarief dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2024).

Menurut dia, rencana libur selama amadan itu kudu dimatangkan, lantaran tinggal dua bulan lagi. Kemenag dan Kemendikdasmen kudu duduk berbareng membahas rencana tersebut, sehingga program tersebut bisa terlaksana dengan baik.

Pasalnya, hingga saat ini belum ada format nan jelas dan perincian mengenai libur selama ramadan. Masih banyak pertanyaan nan muncul.

"Pertanyaan-pertanyaan itu nan kudu dijawab, sehingga sekolah dan orang tua siswa tidak bingung dan bertanya-tanya lagi," jelas Habib Syarief.

Sebab, kata dia, jika aktivitas selama ramadan diserahkan penuh kepada orang tua, maka meraka bakal kesulitan mengaturnya. Apalagi jika kedua orang tua sama-sama bekerja. Bahkan, walaupun salah satu orang tua tidak bekerja, mereka tetap bakal kesulitan.

Kalau anak-anak mengisi liburan ramadan hanya di rumah, maka mereka bakal sigap bosan. Orang tua pun bakal kesulitan dan dikhawatirkan anak-anak bakal semakin sering bermain gawai di rumah.

"Ini kudu segera dirumuskan, sehingga sekolah dan madrasah bisa bersiap menyambut Ramadhan dan menyusun aktivitas nan bakal dilaksanakan," kata dia.

P2G Minta Pemerintah Kaji Lebih Dalam

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons soal wacana pemerintah  yang mau ada libur sekolah selama bulan Ramadan. Disebut perihal ini perlu kajian nan mendalam.

"Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa berakidah Islam, gimana siswa non muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat jasa pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi jasa belajar siswa muslim nan libur," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2025).

 Dia juga melihat, jika wacana ini terjadi, maka terjadi kekhawatirakn di pembimbing sekolah maupun madrasah swasta karena gaji mereka bakal berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh, lantaran orang tua pun keberatan bayar iuran SPP lantaran anaknya libur sekolah.

"Guru-guru swasta di wilayah khawatir, jika liburnya full selama puasa, kelak yayasan bakal memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan shopping saat bulan puasa ditambah idul fitri family meningkat," ungkap Satriwan.

Selain itu, dia juga memandang setiap ramadan jam belajar memang berkurang alias mendapatkan penyesuaian. Jadi sebenarnya bisa tetap masuk sekolah, namun agenda pembelajaran dimodifikasi, diatur ulang, lampau dikombinasikan dengan aktivitas sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.

"Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih sigap pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program pesantren pamadan. Jadi opsinya ada banyak," jelas Satriwan.

Menurut dia, ramadan bisa jadi momentum siswa dan pembimbing meningkatkan literasi, baik literasi kepercayaan seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, alias literasi umum.

Pembelajaran Tetap Dibutuhkan

Proses pembelajaran intrakurikuler tetap dibutuhkan meskipun bulan ramadan. Sebab sekolah dan pembimbing sudah merancang perencanaan pembelajaran di awal tahun aliran baru.

"Jika siswa libur selama puasa, bakal berakibat negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran bakal banyak tertinggal," kata Satriwan menjelaskan.

Satriwan juga melihat, lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh pembimbing dan orang tua jika sekolah diliburkan. Jika siswa dan pembimbing sepenuhnya libur, kegunaan pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orang tua.

"Tapi faktanya orang tua nan bekerja alias punya aktivitas lain, tidak dapat mengawasi dan membimbing anak selama libur. Orang tuanya tidak libur, tetap mencari nafkah di luar rumah," jelas dia.

Selengkapnya