Tok, Mk Putuskan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak

Sedang Trending 6 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menyatakan bahwa norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, perusahaan asuransi tidak lagi bisa membatalkan klaim secara sepihak.

Hal ini bertindak setelah MK resmi mengabulkan permohonan uji materi alias judicial review mengenai Pasal 251 KUHD ini nan dimohonkan oleh Maribati Duha, pada Jumat (3/1/2025). Adapun permohonan itu terdaftar dengan nomor perkara 83/PUU-XXII/2024.

"Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'termasuk berangkaian dengan pembatalan pertanggungan kudu didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berasas putusan pengadilan'," ujar Ketua MK Suhartoyo, dikutip dari keterangan resmi.

Pasal ini dinilai inkonstitusional lantaran berpotensi menimbulkan adanya tafsir nan beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi nan terdapat adanya persoalan nan berkenaan dengan adanya unsur nan disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Hal ini dikarenakan Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur sistem syarat batal alias langkah pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal nan disembunyikan dalam membikin perjanjian, selain sekadar ada pilihan akibat nan timbul, ialah perjanjian tersebut batal alias perjanjian tersebut tidak bakal diadakan alias bakal diadakan dengan syarat nan berbeda, jika hal-hal nan keliru alias disembunyikan diketahui sebelumnya.

Setelah dicermati MK, Norma Pasal 251 KUHD berpotensi menimbulkan adanya tafsir nan beragam, khususnya jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi nan terdapat adanya persoalan nan berkenaan dengan adanya unsur nan disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Sebab, norma Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur sistem syarat batal alias langkah pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal nan disembunyikan dalam membikin perjanjian, selain sekadar ada pilihan akibat nan timbul, ialah perjanjian tersebut batal alias perjanjian tersebut tidak bakal diadakan alias bakal diadakan dengan syarat nan berbeda, jika hal-hal nan keliru alias disembunyikan tersebut diketahui sebelumnya.

Oleh lantaran itu, tidak terdapat penegasan berkenaan dengan tata langkah pembatalan akibat adanya hal-hal nan keliru alias disembunyikan dalam pemberitahuan oleh pihak tertanggung berangkaian dengan perjanjian nan dibuat oleh penanggung.

Padahal, sifat suatu perjanjian semestinya memberikan posisi nan seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian. Sementara, addresat norma Pasal 251 KUHD hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung tanpa memberikan keseimbangan kewenangan dari pihak tertanggung atas perjanjian nan dibuat berbareng dengan pihak penanggung.

Karena itu, Mahkamah akhirnya memberikan penegasan dan pemaknaan terhadap norma ketentuan Pasal 251 KUHD. Pasalnya, sifat suatu perjanjian nan semestinya memberikan posisi nan seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian, nan di antaranya syarat kebebasan berkontrak dan kudu adanya kesepakatan para pihak, di samping prinsip-prinsip nan lainnya.

Lebih jauh, Pasal 251 KUHD dinilai seolah-olah hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung saja, tanpa memberikan keseimbangan kewenangan dari pihak tertanggung atas perjanjian nan dibuat berbareng dengan pihak penanggung, sehingga telah menjadi kesepakatan adalah norma nan tidak memberikan pelindungan dan kepastian norma nan setara khususnya bagi tertanggung.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Banyak Kecelakaan Pesawat, Jadi Risiko Asuransi Penerbangan

Next Article Gandeng Peruri, Maximus Insurance Pakai Tandatangan & Stempel Digital

Selengkapnya