Qodari Soal Putusan Pemisahan Pemilu: Mk Kebablasan

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Wakil Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah bertindak melampaui kewenangannya soal putusan pemisahan pemilu nasional dan lokal.

"MK sangat kebablasan. Tugas MK itu menurut Pasal 24C adalah menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar," kata Qodari saat dikonfirmasi, Sabtu (12/7).

Menurut Qodari, putusan MK nan memerintahkan agar pemilu lokal digelar dua tahun setelah pemilu nasional bertentangan dengan Pasal 22E Ayat 2 UUD 1945, nan menyatakan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.

Menurutnya, putusan MK juga itu menimbulkan kebuntuan konstitusi, situasi nan belum pernah terjadi sebelumnya.

Ia mengatakan di satu sisi, putusan MK berkarakter final dan mengikat. Namun di sisi lain, putusan MK itu dinilai bertentangan dengan konstitusi.

"Jadi MK telah bertindak konstitusional dan itu sangat merepotkan," katanya.

Ia beranggapan MK nan semestinya menjadi guardian of constitution justru sekarang menjadi destroyer of constitution.

"Makanya pada hari ini kita melihat, mau diapain ini jika diikuti, pemerintah melanggar konstitusi, tapi jika enggak diikutin keputusan MK berkarakter final," kata Qodari.

MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan wilayah dipisahkan dengan jarak waktu paling singkat dua tahun alias paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan personil DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu wilayah terdiri atas pemilihan personil DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah.

Kritik senada juga disampaikan Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Devi Darmawan yang menilai MK agak keluar dari kewenangannya soal putusan pemisahan pemilu nasional dan lokal.

Devi mengatakan dalam konteks ketatanegaraan, ada pembagian kekuasaan antar lembaga. Ada juga prinsip check dan balances.

"Dalam konteks checks and balances relasi antara MK dan DPR di dalam dinamika akuntabilitas politik ini, bisa kita lihat sebenarnya jika saya menyebut bahwa sebenarnya memang dalam keputusan ini MK agak keluar dari kewenangannya," kata Devi dalam webinar nan digelar BRIN, Rabu (9/7).

"Tapi saya tidak bakal membenarkan perihal itu walaupun banyak nan bilang bahwa oh memang tidak apa-apa MK begitu. Tapi saya menyatakan bahwa kita punya prinsip checks and balances, kita punya division of power gitu ya," imbuh dia.

Menurut Devi, putusan nan dikeluarkan MK ini membikin kesan seolah-olah MK lebih mendominasi dalam pembuatan peraturan ke undang-undang khususnya nan mengenai dengan sistem pemiluan.

Ia berambisi ke depan, semua lembaga kembali pada fungsi-fungsi dan kewenangannya masing-masing.

"Hal ini perlu lantaran nan kita perhatikan itu tidak sekedar untuk memperbaiki sistem pemilu, tapi juga menghormati dan memperbaiki sistem ketatanegaraan kita agar betul-betul bisa sesuai dengan asas checks and balances dalam sistem pemerintahan presidensial," katanya.

(yoa/dal)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya