Mk Hapus Presidential Threshold, Perindo Ingatkan Pr Untuk Dpr Dan Kpu Buat Aturannya

Sedang Trending 6 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

pendapatsaya.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan menghapus ketentuan presidential threshold alias ambang pemisah pencalonan presiden melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.

Menurut Ferry, putusan MK tersebut soal presidential threshold atau periode pemisah pencalonan presiden menjadi langkah besar untuk memperkuat kerakyatan Indonesia.

"Kami berterima kasih dan mengapresiasi setinggi-tingginya putusan ini. Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan jati dirinya sebagai the guidance of constitutional democracy, menjadi penuntun dalam menjaga konstitusi kita," ujar Ferry dalam keterangan diterima, Minggu (5/1/2025).

Namun, dia memastikan perihal itu menjadi pekerjaan rumah alias PR besar kepada para kreator Undang-Undang (UU), ialah DPR untuk menyusun revisi UU Pemilu nan sesuai dengan putusan MK.

"Sebagai lembaga legislatif, DPR mempunyai peran krusial untuk memastikan bahwa perubahan ini diakomodasi tanpa celah untuk menunda pelaksanaannya," wanti Ferry.

Selain itu, sebagai mantan komisioner KPU RI, Ferry juga memberi atensi terhadap izin turunan seperti Peraturan KPU (PKPU) untuk segera disiapkan untuk memastikan sistem pencalonan presiden dan wakil presiden melangkah tanpa kendala. Dia pun berjanji, sebagai bagian dari sistem politik, partainya bakal berdiri berbareng rakyat untuk mengawal prosesnya.

"Perindo berbareng masyarakat sipil bakal terus mengawal proses ini, memastikan tidak ada pengabaian terhadap substansi putusan MK," janji Ferry.

Pria karib disapa Kang Ferry meyakini, penghapusan ini selaras dengan Pasal 6A UUD 1945, nan menyatakan bahwa setiap partai politik peserta pemilu berkuasa mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai menghapus patokan Presidential Threshold (PT) untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Harapkan Miliki Hak Setara

Apalagi, menurut Ferry, patokan presidential threshold selama menjadi halangan bagi partai non-parlemen seperti Perindo, nan telah lolos verifikasi administratif dan aktual selama dua pemilu terakhir.

"Sebagai partai peserta pemilu, kami semestinya mempunyai kewenangan setara untuk mencalonkan presiden. Presidential threshold justru menghalang proses kerakyatan nan konstitusional," ungkap mantan komisioner KPU RI ini.

Ferry pun optimistis bahwa dengan dihapusnya presidential threshold, kesempatan bagi partai politik untuk mengusulkan calon presiden nan berbobot bakal semakin terbuka.

"Ini adalah langkah untuk mengimplementasikan ruang kerakyatan sebagai daulat rakyat secara nyata. Partai politik kudu menjadi penggerak utama demokrasi, bukan penghalang," ucap dia.

"Dengan adanya putusan ini, ruang kerakyatan semakin terbuka. Ini adalah kemenangan bukan hanya bagi pemohon, tetapi juga untuk seluruh rakyat Indonesia," imbuh Ferry menandasi.

MK Hapus Syarat Ambang Batas 20 Persen untuk Pencalonan Presiden

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi mengenai periode pemisah pencalonan presiden alias presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

MK berpendapat, jelas Suhartoyo, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut MK, kata dia, Pasal 222 nan mengatur mengenai persyaratan periode pemisah pencalonan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol dengan minimal 20 persen bangku DPR alias memperoleh 25 persen bunyi sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak mempunyai kekuatan norma mengikat.

"Tidak mempunyai kekuatan norma mengikat," tegas Suhartoyo.

Sebagai informasi, putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Diketahui, uji materi itu akhirnya dikabulkan MK setelah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

Presidential Threshold Dihapus, MK Beri 5 Pedoman ke DPR dan Pemerintah untuk Revisi UU Pemilu

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus syarat periode pemisah pencalonan presiden alias presidential threshold 20 persen nan diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam amar putusan tersebut, MK juga meminta kreator undang-undang, DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa melalui revisi UU Pemilu agar pasangan calon presiden dan wakil presiden di pilpres mendatang tetap dengan jumlah nan proporsional.

"Dalam revisi Undang-Undang Pemilu, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah nan terlalu banyak sehingga berpotensi merusak prinsip dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra saat sidang putusan uji materil mengenai di Gedung MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

Saldi memastikan MK bakal memberi pedoman terhadap pembentuk undang-undang, ialah satu, partai politik nan berkuasa mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah mereka nan sah menjadi peserta pemilu.

Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah bangku di DPR alias perolehan bunyi sah secara nasional.

"Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat berasosiasi sepanjang campuran partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan kekuasaan partai politik alias campuran partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih," jelas Saldi.

Keempat, partai politik peserta pemilu nan tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan hukuman larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

"Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan Undang-Undang Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak nan mempunyai perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik nan tidak memperoleh bangku di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik nan berarti alias meaningful participation," Saldi menandasi.

Selengkapnya