Melirik Potensi Pertambangan Timah Di Bangka Belitung

Sedang Trending 5 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com - Industri pertambangan timah telah membawa akibat nan sangat signifikan bagi perekonomian Indonesia, termasuk Bangka Belitung sebagai sentra produksi komoditas tersebut. Sayangnya, tata kelola niaga tetap menjadi masalah pelik bagi industri tersebut.

Ketidakpastian tata kelola niaga ini membuka celah munculnya praktik penambangan timah ilegal. Akibatnya, faedah atas komoditas ini tidak bisa dirasakan oleh masyarakat lokal secara optimal. Negara pun bakal menderita kerugian akibat praktik tersebut.

Lantas, gimana langkah pemerintah dan pengusaha dalam mengatasi persoalan ini?

Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Resvani menilai, akar masalah industri pertambangan timah di Indonesia adalah pencarian sumber untung dari penjualan timah nan belum tertata dengan baik. Oleh lantaran itu, dia mengapresiasi langkah pemerintah nan telah menerapkan Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara) melalui Kementerian ESDM. Aplikasi ini pun sudah diintegrasikan dengan kementerian lainnya.

Simbara dipandang dapat melacak seluruh sumber asal timah di Indonesia. Sistem ini bisa mengetahui legalitas smelter pengolahan timah, termasuk kepatuhan pembayaran pajak dari pelaku upaya tambang tersebut.

"Simbara ini sudah jalan untuk komodiras batu bara, serta sudah jalan untuk organisasi nikel dan timah. nan kita tunggu berikutnya, kita sorong terus untuk komoditas-komoditas nan lain," ungkap dia dalam program Mining Zone, dikutip Selasa (7/1/2025).

Masalah berikutnya berangkaian dengan formalisasi izin nan kerap dikeluhkan pelaku upaya timah. Hal ini perlu diperhatikan lantaran kemungkinan ada pengusaha nan kesulitan mengurus perizinan, terutama perusahaan skala kecil. Terbukti, banyak Izin Pertambangan Rakyat (IPR) nan belum terbit.

Pemerintah kudu betul-betul serius memberantas praktik pertambangan terlarangan (Peti) agar industri timah bisa membawa akibat positif dan kesejahteraan bagi seluruh pihak, terutama masyarakat setempat. "Tentunya jika Peti ini sukses diberantas, finansial negara bakal membaik dan kesejahteraan itu juga bakal bisa dipenuhi," ujarnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Fadillah Sabri optimistis bahwa setiap persoalan pasti ada angan untuk perbaikan. Di sinilah momentum nan tepat sebenarnya bagi semua, tidak hanya PT Timah Tbk (TINS), melainkan juga pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga akademisi untuk ikut serta dalam memperbaiki tata kelola di industri pertambangan nasional.

"Saya menyarankan tata kelola timah ini kudu diperbaiki. Karena apa? Sejak era saya kecil, timah itu selalu digaungkan bakal habis, tapi tidak habis-habis tuh. Sebenarnya memang, lantaran pulau Bangka Belitung ini kan memang jalurnya timah," jelasnya.

Oleh karena itu, Fadillah berambisi bahwa momentum perbaikan tata kelola industri timah tidak berhujung hanya menjadi sebuah obrolan saja. Harus ada ikhtiar baru dari seluruh pihak, sekecil apapun.

Sebab, timah telah menjadi bagian dari sejarah panjang Bangka Belitung. Dari generasi ke generasi, logam berbobot ini menghidupi banyak keluarga, serta menjadi degub nadi ekonomi dan kebanggaan daerah. Bagi Bangka Belitung, timah bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi bagian dari jati diri nan kudu dijaga.

Langkah untuk memperbaiki tata kelola upaya timah kudu terus digencarkan. Hal ini untuk memastikan kepatuhan izin oleh seluruh pelaku upaya dan menghindari praktik upaya nan menyimpang.

Sementara itu, Peneliti Sejarah dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dato' Akhmad Elvian menuturkan, timah mulai ditemukan di Bangka Belitung sekitar tahun 1724 silam, berbarengan dengan penemuan lada di letak nan sama.

Kala itu, pemerintah Hindia-Belanda sempat membikin semacam ungkapan bahwa semakin banyak timah, maka negara tersebut bakal semakin makmur dan kaya.

"Jadi segala sesuatu nan tidak berasosiasi dengan timah itu dienyahkan oleh pemerintah Belanda. Karena timah itu membawa kekayaan bagi negara, timah juga membawa kemakmuran," kata dia.

Seorang mitra tambang PT Timah Tbk, Aditya mengaku, kondisi di industri timah sudah berangsur membaik. Para mitra pertambangan timah sudah mulai bekerja secara normal. Dia juga mengapresiasi langkah pemerintah nan mulai gencar memberantas aktivitas pertambangan timah ilegal.

"Kalau masyarakat awam ini nan bekerja terlarangan di lokasi-lokasi nan tidak ada izin, tidak ada apanya itu bakal terganggu. Karena setelah ada kasus ini, kan memang pemerintah galak melakukan razia seperti penertiban di lokasi-lokasi IUP PT Timah nan tetap ada timahnya," ujar dia.

Senada, Penambang Rakyat, Ican menjelaskan, nilai timah pada masa lampau tergolong mahal dan akibat penambangannya begitu besar. Namun, sekarang, para penambang bekerja melalui kerjasama dengan mitra. Alhasil, aktivitas penambangan bisa melangkah dengan aman, legal dan bebas dari razia, serta dijamin atas akibat pekerjaan di lapangan.

"Memang harganya agak murah, namun semua terjamin. Kalau sendiri tuh kan kita juga kerja pun was-was lantaran takut ditangkap tuh kan. Kalau sekarang kan tidak lagi," tukasnya.

Pada akhirnya, upaya perbaikan tata kelola tambang timah menjadi angan besar bagi Indonesia. Regulasi nan kuat dan pengawasan ketat kudu menjadi fondasi agar komoditas timah membawa berkah bagi masyarakat. Kasus penambangan terlarangan mesti menjadi momentum krusial untuk membangun tata kelola sektor pertambangan nan lebih bijak dan juga lebih transparan.

Reformasi bukan akhir, melainkan babak baru untuk masa depan nan lebih cerah bagi sektor timah dan juga perekonomian Bangka Belitung. Dari Bangka Belitung inilah langkah awal menuju masa depan nan lebih cerah, setara dan juga transparan bagi seluruh masyarakat Indonesia.


(dpu/dpu)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dilema Tambang Ilegal, Bos Timah Usul Izin Pertambangan Rakyat

Next Article Timah (TINS) Pecah Rekor Produksi 2019, Apa Peran Harvey Moeis?

Selengkapnya