ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com, Jakarta Universal Health Coverage (UHC) dapat terwujud di suatu negara dengan kunci krusial komitmen pemerintah melindungi seluruh penduduknya dengan agunan kesehatan. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, keterlibatan regulator berbareng seluruh kepentingan diperlukan untuk menetapkan suatu kebijakan nan mendukung upaya ekspansi cakupan kepesertaan agunan kesehatan.
Dalam forum internasional INSPIRE Health Forum nan berjalan di Manila, Filipina, Ghufron menyampaikan bahwa pencapaian ini tak lepas dari kerja keras semua pihak dalam membangun sistem agunan kesehatan nan inklusif.
“Berdasarkan jurnal Lancet tahun 2012, negara-negara di Asia perlu waktu puluhan tahun untuk mendaftarkan seluruh warganya ke agunan sosial. Bahkan Jerman, negara tertua nan menerapkan sistem agunan kesehatan sosial, memerlukan waktu 127 tahun. Sementara, Indonesia hanya butuh waktu 10 tahun mencapai UHC dari sisi kepesertaan,” kata Ghufron.
Mengelola agunan kesehatan di negara kepulauan dengan populasi terbesar keempat di bumi bukanlah perkara mudah. Namun, menurut Ghufron, berkah sinergi lintas sektor, lebih dari 98% masyarakat Indonesia sekarang telah menjadi peserta aktif Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Tak heran jika pencapaian ini mengundang perhatian internasional. Sejumlah negara apalagi telah melakukan studi banding untuk memahami penerapan sistem agunan kesehatan di Indonesia.
“Kami sendiri sudah acapkali menerima kunjungan dari beragam negara nan tertarik mempelajari sistem maupun penerapan agunan kesehatan di Indonesia. Bisa dibilang, Indonesia sekarang jadi salah satu rujukan bumi dalam perihal penyelenggaraan agunan kesehatan,” kata Ghufron di hadapan para delegasi dari beragam negara.
Kemudahan Akses Layanan Kesehatan Seiring Meningkatnya Peserta
Lebih lanjut, Ghufron menekankan pentingnya kemudahan akses jasa kesehatan seiring dengan meningkatnya jumlah peserta JKN. Oleh lantaran itu, BPJS Kesehatan terus memperluas kemitraan dengan akomodasi kesehatan, baik tingkat pertama maupun rujukan.
Data tahun 2024 menunjukkan bahwa BPJS Kesehatan telah menggandeng 23.682 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 3.162 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
“Kehadiran Program JKN mendorong geliat pertumbuhan industri kesehatan swasta, khususnya rumah sakit. Sebanyak 66,13% RS mitra BPJS Kesehatan adalah milik swasta. Sepanjang tahun 2014-2024, jumlah RS nan bekerja sama meningkat 88%,” ujar Ghufron.
Ia menambahkan, pihaknya juga berupaya menghadirkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia, mulai dari perkotaan hingga wilayah pelosok. Bahkan, beberapa rumah sakit terapung juga dikontrak oleh BPJS Kesehatan untuk melayani daerah-daerah terpencil nan sebelumnya menghadapi kesulitan dalam mengakses jasa kesehatan.
“Kita juga kudu memandang dari perspektif peserta. Tidak hanya akses jasa kesehatan nan mereka perlukan. Kualitas pelayanan, kepuasan, dan kebutuhan peserta JKN juga kudu terpenuhi. Komitmen kami adalah melayani peserta JKN secara borderless (tanpa batas), artinya proses jasa peserta JKN bisa dilakukan di seluruh Indonesia, tidak berjuntai pada domisili peserta saat ini,” ujar Ghufron, nan juga menjabat sebagai Ketua TC Health Internasional Social Security Association (ISSA) nan beranggotakan 162 negara tersebut.