Ihsg Happy Weekend Ditopang Kinerja Emiten Big Cap

Sedang Trending 5 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di area hijau pada akhir perdagangan Jumat (17/1/2025),di tengah terus membaiknya sentimen pasar pada hari ini.

IHSG ditutup menguat 0,66% ke posisi 7.154,66. IHSG tetap berada di level psikologis 7.100 hingga perdagangan akhir pekan ini.

Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 12 triliun dengan melibatkan 22 miliar saham nan beranjak tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 240 saham menguat, 330 saham melemah, dan 236 saham stagnan.

Secara sektoral, sektor konsumer non-primer menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini ialah mencapai 2,17%.

Sementara dari sisi saham, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penopang terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini ialah mencapai 10 indeks poin.

Selain BBCA, ada saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) nan juga menjadi penopang IHSG ialah sebesar 9,6 indeks poin, kemudian saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebesar 9,3 indeks poin.

IHSG kembali cerah di tengah respons pasar nan tetap positif mengenai langkah Bank Indonesia (BI) nan memangkas suku kembang dan inflasi Amerika Serikat (AS) nan condong membaik.

Kebijakan suku kembang nan mengejutkan dari BI membikin imbal hasil (yield) obligasi Indonesia tenor 10 tahun turun setelah sebelumnya mencatatkan posisi tertinggi sejak November 2022 ialah 7,298%

Yieldyang mencapai posisi puncak tersebut dikarenakan pasar dipenuhi oleh ketidakpastian, mulai dari geopolitik, kondisi ekonomi dalam negeri nan tidak stabil, hingga jelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS.

Akan tetapi setelah BI memangkas suku bunga,yieldturun ke ke posisi 7,163%.

Imbal hasil obligasi 10 tahun mempunyai hubungan negatif terhadap pasar saham. Ketikayieldmelonjak, pasar saham bakal melemah, dan terjadi sebaliknya.

BI menurunkan suku kembang acuannya (BI-Rate) sebesar 25 pedoman poin (bps) menjadi 5,75% pada hari ini. Ini adalah penurunan suku kembang pertama di tahun ini. Sebelumnya, BI memangkas suku kembang sebesar 25 bps pada September tahun lalu.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan ketika BI menurunkan BI Rate, ini sesuai denganstanceatau pandangan bank sentral 'prostabilityandprogrowth'. Ini pun sejalan dengan tetap terbukanya ruang penurunan suku bunga. Melihat dari momentumnya, BI menilai keputusan ini sudah sesuai dengan dinamika nan ada.

"Nah, waktunya tentu saja, sesuai dinamika nan terjadi di dunia dan internasional, Dan itu terus kami terus ulang-ulang dari bulan ke bulan," kata Perry, dalam paparan hasil RDG BI, Rabu (15/1/2025).

Perry pun mengatakan dinamika nan dipantau BI mencakup dinamika dunia dan dalam negeri. BI, katanya, sudah memperhatikan arah kejelasan kebijakan nan terutama ditempuh pemerintah AS dan Fed Fund Rate.

Perry mengatakan penurunan FFR pada tahun diyakini hanya sebanyak satu kali. Dari arah ini, BI bisa memperkirakan arah pergerakan indeks dolar.

Di lain sisi, laporan akhir Indeks Harga Konsumen (consumer price index/CPI) AS untuk 2024, nan sekaligus menutup pemerintahan Joe Biden dan perjuangannya melawan lonjakan nilai akibat pandemi, menunjukkan bahwa kenaikan harga, selain untuk makanan dan energi, mereda menjadi 3,2% pada bulan Desember dari 3,3% pada bulan sebelumnya.

Meskipun inflasi utama sedikit meningkat, ukuran inti nan disebut "core CPI" dianggap sebagai parameter nan lebih baik dari tekanan nilai nan mendasari.

Dengan laju inflasi di sektor perumahan nan menurun secara signifikan, para ahli ekonomi memperkirakan laporan mendatang tentang Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (personal consumption expenditure/PCE) untuk Desember 2024 bakal melemah, apalagi mungkin turun di bawah sasaran 2% nan ditetapkan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

PCE digunakan sebagai referensi sasaran inflasi oleh bank sentral, dan pejabat The Fed memperkirakan pelambatan nan signifikan dalam beberapa bulan pertama tahun ini.

Pejabat The Fed menyatakan bahwa info nan dirilis pada Rabu menunjukkan inflasi di AS terus mereda, meskipun mereka mencatat adanya ketidakpastian nan meningkat dalam beberapa bulan mendatang lantaran mereka menunggu kebijakan awal dari pemerintahan baru Presiden Trump.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(chd/chd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bos BEI: Bursa RI Memiliki Daya Saing Tinggi di Tingkat Global

Next Article IHSG Sentuh Rekor ATH Baru Usai Jokowi Reshuffle Kabinet

Selengkapnya