Asa Lingling Pedagang Mie Ayam Lepas Anak Ke Asrama Sekolah Rakyat

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Lingling Winata (45), nan sehari-hari berdagang mie ayam dan lauk matang, mengaku berterima kasih anaknya terpilih masuk ke Sekolah Rakyat di Sentra Handayani, Jakarta Timur.

Sekolah Rakyat itu merupakan bagian dari program pemerintahan Prabowo Subianto melalui Kementerian Sosial (Kemensos) untuk menyekolahkan anak-anak dari family kurang bisa di sekolah berasrama.

Saat ditemui di area pendidikan tersebut pada Kamis (10/7), Lingling mengatakan anaknya melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di sekolah rakyat tersebut.

"Kalau misal dapet [melanjutkan di sekolah] swasta kita bisa keluar duit gede, namanya kan swasta kudu bayar mau 3 juta lebih. Tapi untungnya ada dapet program Bapak Presiden Prabowo jadi semua serba gratis, ditanggung semua. Itupun udah cukup, alhamdulillah cukup ngebantu family kita. Bersyukur banget kita dapet program ini," kata Lingling saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.

Sebelum masuk Sekolah Rakyat, wanita asal Kapuk, Jakarta Barat itu mengaku anaknya semula berguru di sekolah negeri.

Kemudian, dia mengaku sempat cemas dengan sistem pondok sekolah rakyat. Namun, Lingling merasa tenang setelah memandang langsung akomodasi nan disediakan.

"Kita diyakinkan kondusif di sini. Jadi kita didatengin, kita berkumpul di Sekolah Rakyat, kita lihat semua fasilitasnya, ya syukur alhamdulillah nyaman sepertinya, bagus buat anak-anak," ujarnya.

Terkait kualitas akomodasi dan sistem pendidikan, Lingling merasa puas dan meletakkan kepercayaan penuh. Dia pun berambisi anaknya bisa meraih cita-cita dan mengubah nasib keluarga.

"Harapan saya anak ini biar bisa mencapai cita-citanya, biar bisa pinter, bisa kuliah tinggi lah angan saya, bisa membantu keluarga, orang tua. Kalau buat pemerintah, angan kita semoga program ini melangkah dengan lancar biar nan lain-lain bisa ikut," tambahnya.

Lingling Winata, salah satu orang tua siswa Sekolah Rakyat di Sentra Handayani, Jakarta Timur, Kamis (10/7/2025). (CNNINdonesia/Kayla Nathaniel)Lingling Winata, salah satu orang tua siswa Sekolah Rakyat di Sentra Handayani, Jakarta Timur, Kamis (10/7/2025). (CNNINdonesia/Kayla Nathaniel)

Cerita serupa juga disampaikan Kustini (49), penduduk Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kustini bercerita suaminya adalah seorang nelayan, sementara untuk membantu nafkah family dirinya sehari-hari berdagang nasi uduk. Kustini mengaku terharu lantaran putri bungsunya bisa berguru tanpa biaya.

"Bapaknya nelayan, kadang dapat kadang enggak. Saya pas anak saya di sini, alhamdulillah saya berterima kasih kebantu," kata Kustini seraya matanya berbinar-binar saat bercerita ke CNNIndonesia.com.

"Alhamdulillah, saya terima kasih banyak sama Presiden. Saya syukur kebantu semuanya. Di rumah juga keluar sih namanya, di SMP (sebelumnya), hanya saya kan berpikir itu kan ngeluarin duit, beli baju, apa. Jadi anaknya pas tahu dia, 'yaudah, Mah saya mau di sini'. Ya udah saya dukung dah biar jadi orang. Soalnya kakak-kakaknya pada kandas sekolah," tambahnya.

Kustini mengaku sempat kaget ketika pertama kali ditawari program ini. Namun setelah dijelaskan oleh pendamping dari Kemensos, dia yakin.

"Saya sempat kaget sih, tapi alhamdulillah berterima kasih sekali lantaran terima kasih banyak saya tuh, dapat anak saya di Sekolah Rakyat ini. Sempat tadinya awalnya takut, tapi pas Bu Hana cerita, saya jadi percaya lah. Alhamdulillah saya senang sekali, iya sangat membantu saya," ucapnya.

Dia berambisi program itu bisa membantu pendidikan putrinya, terutama meringankan beban family dalam memberikan kewenangan pembelajaran buat anak. Kustini pun berambisi pendidikan karakter di sekolah berasrama itu bakal berfaedah bagi putrinya kelak.

"Dalam pendidikannya, biar dia jadi orang. Terus masalah baju, kan cuma-cuma semua di sini, keuangannya. Kebantu semua," tuturnya.

"[Fasilitas] Bagus, memadai, kayaknya terjamin semuanya. Cukup puas saya. Biar bisa mandiri, enggak berjuntai sama orang tua. Biar dia ngajarin salat, ngaji. Banyak perubahan lah. Kemauan saya biar dia betul-betul pulang dari sini, alhamdulillah [jadi lebih baik]," lanjutnya.

Pengalaman siswa ikut simulasi dua hari

Pemerintah mengawali penyelenggaraan program Sekolah Rakyat pada tahun aliran baru 2025-2026 nan dimulai pekan depan, Senin (14/7).

Uji coba alias simulasi dengan melibatkan para calon siswa pun sudah dilakukan di Jakarta dan Bekasi selama dua hari, 9-10 Juli lalu.

Dua siswi Sekolah Rakyat di Sentra Handayani itu, Zalwan (Awa) dan Luciana (Uci) pun menceritakan pengalaman mereka selama dua hari uji coba sekolah rakyat itu.

"Senang, bisa ngurangin [beban] baba dan mama. Kayak lebih bisa berdikari aja," kata Uci kepada CNNIndonesia.com.

"Sekolahnya juga asik, guru-gurunya juga pada asik. Seru, lingkungannya bagus. Pokoknya asik orang-orang di sini," lanjut Uci.

Hal senada disampaikan Awa. Ia sempat merasa gugup saat pertama datang, namun suasana sigap berubah menjadi nyaman.

"Senang banget soalnya dapet pengalaman baru, experience baru ya, belajar asrama. Karena di sini juga fasilitasnya semua dikasih. Jadi rasa senang tuh senang banget" ujar Awa.

Simulasi program Sekolah Rakyat Menengah Pertama 6 Jakarta Timur nan digelar pada 9–10 Juli 2025 disambut positif oleh para orang tua siswa dan guru. Mereka menilai program ini memberikan angan baru bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan berbobot dengan akomodasi memadai.Suasana bangunan  Sekolah Rakyat Menengah Pertama 6 Jakarta Timur di Sentra Handayani, Jakarta Timur, 10 Juli 2025. (pendapatsaya.com/ Kayla Nathaniel)

Soal fasilitas, keduanya menyebut bilik pondok sebagai bagian favorit mereka. Pengalaman tidur berbareng kawan baru juga menjadi perihal baru bagi mereka. Keduanya juga menilai suasana pondok mendorong mereka untuk lebih mandiri.

"Bisa jauh lebih berdikari tanpa orang tua gitu. Kayak apa-apa sendiri tanpa mama," kata Uci.

Awa menambahkan bahwa hidup berbareng kawan mengajarkan pentingnya kerja sama.

"Kalau di sini beda sama di rumah. lantaran di sini itu kita hidup bareng teman, kita tidur bareng teman, apa-apa bareng teman. Jadi jika di rumah kita berjuntai ke orang tua. Kalau di sini kita enggak bisa berjuntai ke siapa-siapa. Cuma bisa saling bantu, saling sharing. Jadi rasanya kita kudu punya banyak teman, biar bisa saling bantu gitu," jelas Awa.

Mereka berambisi program ini bisa membantu mereka berkembang secara pribadi dan akademik.

Selama dua hari simulasi, keduanya menyatakan tidak mengalami hambatan berarti.

"Selama ini belum sih, sampai sini belum," kata Awa nan ditimpali serupa oleh Uci.

Baca laman selanjutnya


Selengkapnya