ARTICLE AD BOX
Jadi intinya...
- Pengguna narkoba, termasuk artis, lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara.
- Publikasi penangkapan artis pengguna narkoba bisa salah diartikan anak muda.
- Masyarakat diajak lapor pecandu narkoba agar dapat rehabilitasi tanpa hukum.
pendapatsaya.com, Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional (Kepala BNN) Komjen Pol Marthinus menyampaikan pernyataan terkini mengenai penanganan narkotika di Indonesia.
Salah satunya, Kepala BNN Komjen Pol Marthinus mengatakan, kebijakan penanganan terhadap penyalahgunaan narkotika kudu dibedakan antara pengguna dan pengedar.
Menurut dia, pengguna narkotika termasuk di antaranya kalangan artis lebih tepat ditangani melalui pendekatan rehabilitatif dibandingkan penegakan norma nan berujung pada pemidanaan.
Hal itu diungkap Marthinus untuk meluruskan pernyataannya soal larangan BNN menangkap artis nan terlibat penyalahgunaan narkoba.
Pernyataan itu sempat disampaikan Marthinus saat diundang sebagai tamu di podcast Deddy Corbuzier, nan ditayangkan dikanal YouTube pada Rabu, 25 Juni 2025. Menurut dia, pernyataannya itu tidak serta-merta memberi keistimewaan kepada kalangan selebritas.
Pernyataan itu, katanya, justru mendorong perubahan paradigma penegakan norma nan selama ini condong memenjarakan pengguna narkotika tanpa mempertimbangkan akar persoalan dan solusi pemulihannya, sekaligus penegasan terhadap pendekatan rehabilitatif nan memang menjadi mandat undang-undang.
"Betul, itu perintah saya. Tapi bagi artis nan pengguna. Tapi jika artis nan pengedar, ya sudah peralatan tentu kita tangkap. Karena itu kejahatan," kata Marthinus saat wawancara unik dengan pendapatsaya.com dan SCTV, Selasa 1 Juli 2025.
Dia juga menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya publikasi berlebihan atas penangkapan artis nan terjerat kasus penyalahgunaan narkoba. Ia menilai perihal tersebut justru kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan narkotika.
"Ketika kita menangkap dan mempublikasikan pengguna narkoba dari kalangan artis, itu sama saja kita sedang membelah persepsi anak-anak muda,” kata Marthinus.
Berikut sederet pernyataan Kepala BNN Komjen Pol Marthinus mengenai penanganan narkotika di Indonesia dihimpun Tim News pendapatsaya.com:
Dalam 3 bulan terakhir BNN berbareng Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan mengungkap 172 kasus dan menyita lebih dari 680 kg narkoba. Sedikitnya 285 tersangka ditangkap di 20 wilayah Indonesia.
1. Penjelasan soal Larangan Tangkap Artis Pengguna Narkoba
Kepala Badan Narkotika Nasional (Kepala BNN) Komjen Pol Marthinus Hukom, mengatakan kebijakan penanganan terhadap penyalahgunaan narkotika kudu dibedakan antara pengguna dan pengedar.
Menurut dia, pengguna narkotika termasuk di antaranya kalangan artis lebih tepat ditangani melalui pendekatan rehabilitatif dibandingkan penegakan norma nan berujung pada pemidanaan.
Hal itu diungkap Marthinus untuk meluruskan pernyataannya soal larangan BNN menangkap artis nan terlibat penyalahgunaan narkoba.
Pernyataan itu sempat disampaikan Marthinus saat diundang sebagai tamu di podcast Deddy Corbuzier, nan ditayangkan dikanal YouTube pada Rabu, 25 Juni 2025. Menurut dia, pernyataannya itu tidak serta-merta memberi keistimewaan kepada kalangan selebritas.
Pernyataan itu, katanya, justru mendorong perubahan paradigma penegakan norma nan selama ini condong memenjarakan pengguna narkotika tanpa mempertimbangkan akar persoalan dan solusi pemulihannya, sekaligus penegasan terhadap pendekatan rehabilitatif nan memang menjadi mandat undang-undang.
"Betul, itu perintah saya. Tapi bagi artis nan pengguna. Tapi jika artis nan pengedar, ya sudah peralatan tentu kita tangkap. Karena itu kejahatan," kata Marthinus saat wawancara unik dengan pendapatsaya.com dan SCTV, Selasa 1 Juli 2025.
Marthinus merujuk pada Pasal 54 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika nan menekankan pengguna wajib mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial, bukan pidana penjara.
Dalam konteks tersebut, Marthinus mendorong pendekatan nan lebih manusiawi dan preventif, termasuk melalui kesadaran diri untuk melapor ke lembaga rehabilitasi.
"Nah, patokan norma kita bahwa penangkapan pengguna itu, ujungnya adalah rehabilitasi. Tapi saya mengharapkan bahwa para pengguna itu tidak perlu ditangkap. Kita kudu membangun kesadaran mereka, dan mereka lapor kepada petugas," ujar dia.
2. Ingatkan soal Pendekatan Rehabilitasi dan Pidana
Marthinus menerangkan, BNN saat ini mengedepankan dua pendekatan rehabilitasi ialah voluntary (sukarela) dan compulsory (wajib).
Pendekatan sukarela mengandalkan kesadaran perseorangan untuk melapor ke lembaga rehabilitasi tanpa perlu proses penangkapan.
"Konsep besar itulah nan memperdebatkan saya katakan bahwa, jika artis pengguna ngapain kita tangkap? Kita datangi, kita ajak keluarganya, lampau kita bawa ke rehab. Itu lebih krusial daripada menangkap mereka," ucap dia.
Dia membeberkan, Indonesia saat ini mempunyai sekitar 1.496 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) nan tersebar di seluruh provinsi. Menurut Marthinus, kebijakan rehabilitasi, bakal bisa mengatasi persoalan over capacity nan sekarang ada di Lembaga Pemasyarakatan.
Dia menyebut, dari sekitar 200.000 narapidana dan tahanan, sekitar 52 persen di antaranya merupakan pelaku kasus narkotika, sebagian besar adalah pengguna.
"Kita kasih makan secara cuma-cuma di penjara. Problem-problem anggaran nan sia-sia untuk perihal nan bagi saya apalagi tidak berfaedah sama sekali ketika kita berbincang tentang narkoba ini lantaran satu, narkoba itu menyerap duit nan sia-sia. Kedua, kita membiayai mereka di penjara nan begitu banyak," kata Marthinus.
Dia mengungkapkan pendekatan pemidanaan bagi pengguna narkoba sebagai kebijakan nan tidak efisien secara anggaran.
Sebaliknya, pendekatan rehabilitasi memungkinkan intervensi nan lebih ringan, seperti rawat jalan tergantung penilaian tim dokter.
"Bayangkan balasan minimal narkotika itu 4 tahun. Jadi coba bayangkan jika kita memutus, ya taruhlah 2 tahun. Kita membiayai dia makan di dalam seperti apa. Tapi jika di rehabilitasi, paling 2-3 bulan intervensi kuratif. Kemudian lampau sisanya itu bisa rawat jalan dan lain-lain," terang Marthinus.
3. Ingatkan Bahaya Publikasi Berlebihan Penangkapan Artis Pengguna Narkoba
Komjen Pol Marthinus Hukom menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya publikasi berlebihan atas penangkapan artis nan terjerat kasus penyalahgunaan narkoba. Ia menilai perihal tersebut justru kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan narkotika.
"Ketika kita menangkap dan mempublikasikan pengguna narkoba dari kalangan artis, itu sama saja kita sedang membelah persepsi anak-anak muda," kata Marthinus.
Ia mengingatkan bahwa publikasi nan tidak proporsional berpotensi menciptakan persepsi keliru, terutama di kalangan remaja. “Bahwa mereka bakal berujuk, ‘oh lezat juga jadi artis, alias lezat juga pakai narkoba bisa jadi artis’. Bisa seperti itu,” lanjutnya.
Menurut Marthinus, artis merupakan patron sosial nan banyak dijadikan panutan oleh generasi muda. Karena itu, penanganan terhadap kasus narkoba nan melibatkan artis kudu dilakukan secara hati-hati dan tidak sensasional.
"Orang-orang nan pemahamannya sempit bisa saja memaknai, ‘wah, jadi artis cukup pakai narkoba. Kita bisa jadi orang kreatif, percaya diri, lampau tampil di kamera tanpa grogi’. Itulah manusia, bisa memaknai dalam beragam hal," ucap dia.
Atas dasar itu, Marthinus mengimbau agar publikasi mengenai penangkapan artis pengguna narkoba tidak dilakukan secara berlebihan.
"Saya terus terang mengatakan, jangan kita mempublikasi berlebihan ketika artis ditangkap, terutama pengguna narkoba," kata Marthinus.
Marthinus juga mengungkapkan bahwa dirinya telah meminta jejeran humas BNN dan Polri untuk lebih selektif dalam menyampaikan info kepada publik.
Ia cemas eksposur berlebihan justru menjadi “kampanye gratis” penggunaan narkoba di kalangan anak muda.
"Karena itu sama saja kita mengkampanyekan cuma-cuma narkoba buat anak-anak muda,"tegasnya.
Dia menekankan bahwa permintaan tersebut bukan berfaedah memberikan perlakuan spesial kepada artis. "Semua komponen bangsa ini kudu tunduk di bawah hukum. Tidak ada nan kebal," sambung Marthinus.
4. Tegaskan Artis Pengedar Narkoba Tentu Akan Ditangkap
Marthinus menegaskan kebijakan BNN dalam menangani penyalahgunaan narkotika tetap berpijak pada undang-undang nan berlaku. Dia menepis dugaan artis mendapatkan perlakuan spesial dalam penanganan kasus narkoba.
Dia menekankan pentingnya membedakan posisi seseorang sebagai pengguna alias pengedar, lantaran keduanya memerlukan pendekatan norma nan berbeda.
"BNN tidak bakal menangkap artis. Betul, itu perintah saya, betul. Tapi bagi artis nan pengguna. Tapi jika artis nan pengedar, ya sudah peralatan tentu kita tangkap. Karena itu kejahatan," kata Marthinus.
Hal itu ditegaskan Marthinus menyusul polemik atas pernyataannya nan sempat viral saat diundang sebagai tamu di podcast Deddy Corbuzier, nan ditayangkan dikanal YouTube pada Rabu, 25 Juni 2025.
Menurut Marthinus, pernyataan tersebut justru menekankan paradigma rehabilitatif nan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dia menjelaskan, dalam sistem norma Indonesia, pengguna narkoba wajib memperoleh rehabilitasi sebagai corak penanganan medis dan sosial. Sementara pengedar, kudu ditindak secara pidana.
"Jadi kudu memahami betul, terutama undang-undang kita ya. Di undang-undang kita itu dijelaskan betul di Pasal 54 bahwa pengguna itu kudu direhabilitasi. Bahkan di dalam Pasal 103 itu mengamanatkan bahwa bagi pengguna, hukumannya itu adalah rehabilitasi," ucap dia.
Menurut dia, artis merupakan patron sosial nan menjadi panutan perilaku bagi generasi muda. Karena itu, setiap penanganan terhadap mereka sepatutnya disikapi secara hati-hati. Publikasi berlebihan terhadap penangkapan artis pengguna narkoba berpotensi membentuk persepsi keliru di masyarakat.
5. Sebut Jangan Sampai Ada Kampanye Gratis Penggunaan Narkoba
Marthinus menjelaskan manusia merupakan makhluk simbolik nan memaknai tindakan sosial berasas representasi dan persepsi.
Dalam konteks ini, artis sebagai pengguna narkoba nan dipublikasikan terlalu berlebihan berpotensi menimbulkan pemaknaan nan salah di tengah masyarakat.
"Orang-orang nan pemahamannya sempit, dia bakal melihat, 'wah jadi artis cukup kita pakai narkoba, kita bisa jadi artis, kita bisa jadi seorang nan punya kreatifitas, seorang nan percaya diri lampau tampil di kamera tanpa ada keraguan alias tanpa ada grogi dan lain-lain'. Itulah manusia bisa memaknai dalam beragam hal," ucap dia.
"Makanya saya terus terang, saya mengatakan jangan kita mempublikasi berlebihan jika ketika artis ditangkap terutama pengguna narkoba," sambung dia.
Terkait perihal ini, Marthinus mengaku telah meminta jejeran humas di lingkungan BNN maupun Polri untuk lebih selektif dalam menyampaikan info kepada publik, khususnya mengenai penangkapan pengguna narkoba dari kalangan artis.
"Karena itu sama saja kita mengkampanyekan cuma-cuma narkoba buat anak-anak muda. Kira-kira seperti itu," ucap dia.
Lebih lanjut, Dia mengarisbawahi instruksinya untuk tidak menangkap artis pengguna narkoba bukan dimaknai artis itu kebal terhadap hukum.
"Seluruh komponen negara ini kudu tunduk di bawah hukum. Itu kira-kira seperti itu," terang Marthinus.
6. Ajak Masyarakat Laporkan Pecandu Narkoba Agar dapat Layanan Rehab
Marthinus membujuk masyarakat untuk tidak ragu melaporkan jika ada personil keluarganya nan mengalami kecanduan narkoba. Hal ini agar mereka segera mendapatkan jasa rehabilitasi.
Dia menegaskan, pelaporan dan rehabilitasi bagi pengguna tidak bakal disertai akibat hukum, selama nan berkepentingan tidak terlibat dalam jaringan peredaran narkoba.
"Masyarakat kita nan merasa anaknya, family dekatnya, temannya, tetangganya nan menggunakan narkoba, silakan lapor ke IPWL terdekat alias ke pusat-pusat rehab nan dimiliki oleh BNN," ujar Marthinus.
Tak dipungkiri, kata dia banyak family enggan melapor lantaran takut diperiksa oleh penegak hukum.
Sebagian lainnya merasa malu jika personil keluarganya dicap sebagai penjahat narkoba. Padahal, kata Marthinus, undang-undang menjamin pengguna nan bersedia direhabilitasi tidak bakal diproses hukum.
"Ingat tidak ada resiko alias tanggung jawab norma selain dia direhabilitasi," ujar dia.
Marthinus menekankan, proses pelaporan pengguna narkoba ke IPWL alias BNN tidak sama dengan proses penangkapan pelaku kejahatan.
"Dia tidak bakal diperiksa seperti diperiksa penjahat, seperti polisi dan BNN meringkus penjahat lampau kemudian diinterrogasi, tidak. Jadi jangan pernah takut," ucap dia.
Saat ini terdapat 1.496 IPWL tersebar di seluruh Indonesia. dan enam pusat rehabilitasi milik BNN nan tersebar di beragam daerah, termasuk Balai Besar di Lido dan loka-loka rehabilitasi di Medan, Batam, Lampung, Tanah Merah, dan Makassar.
"IPWL itu klinik-klinik rumah sakit dan puskesmas nan sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai IPWL Institusi Penerima Wajib Lapor Pengguna Narkoba," tandas dia.