Nasdem Desak Dpr Minta Penjelasan Mk Soal Pemisahan Pemilu

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

pendapatsaya.com

Selasa, 01 Jul 2025 05:10 WIB

Partai NasDem mendesak DPR agar meminta penjelasan lebih lanjut dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal putusan pemisahan skema Pemilu. Partai NasDem mendesak DPR agar meminta penjelasan lebih lanjut dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal putusan pemisahan skema Pemilu. (pendapatsaya.com/Taufiq Hidayatullah)

Jakarta, pendapatsaya.com --

Partai NasDem mendesak DPR agar meminta penjelasan lebih lanjut dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal putusan pemisahan skema Pemilu. MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan Pemilu nasional dan wilayah diberi jeda.

"Partai NasDem mendesak DPR meminta penjelasan MK dan menertibkan langkah MK memahami norma konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya nan melekat pada diri para hakimnya," ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat, Senin (30/6).

Rerie nan juga merupakan Wakil Ketua MPR mengatakan putusan MK tersebut telah melanggar UUD 1945 lantaran bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 nan menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.

Kondisi ini, kata dia, berpotensi menimbulkan krisis apalagi deadlock constitutional lantaran dapat melanggar konstitusi. Karenanya dia menilai Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Lebih lanjut, NasDem menilai MK dalam kapabilitas sebagai guardian of constitution tidak diberikan kewenangan untuk merubah norma dalam UUD. Sehingga putusan MK mengenai pergeseran pemilihan Kepala Daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun merupakan inkonstitusional.

[Gambas:Video CNN]

"MK telah menjadi negative legislator sendiri nan bukan kewenangannya dalam sistem norma nan demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi norma dan konstitusi," jelasnya.

"MK tunduk pada pemisah kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membikin putusan merubah norma konstitusi UUD 1945. Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat," imbuhnya.

MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan wilayah dipisahkan dengan jarak waktu paling singkat 2 tahun alias paling lama 2 tahun dan 6 bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan personil DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu wilayah terdiri atas pemilihan personil DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6).

MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat secara bersyarat.

(tfq/chri)

Selengkapnya