Hampir 4 Tahun Listing Dan Pegang Rekor Ipo, Apa Kabar Bukalapak?

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebulan lagi Bukalapak.com (BUKA) resmi memasuki tahun keempat melantai di Bursa Efek Indonesia. BUKA diketahui pertama kali diperdagangkan secara publik pada 6 Agustus 2021 setelah mencatatkan rekor perolehan biaya IPO terbesar di bursa efek. Perolehan biaya IPO senilai Rp 21,9 triliun tersebut tetap menjadi nan paling jumbo dan belum ada emiten lainnya nan bisa melangkahi, termasuk GoTo Gojek Tokopedia (GOTO), Dayamitra Telekomunikasi (MTEL) alias Mitratel hingga Amman Mineral International (AMMN).

Nyaris empat tahun setelah IPO, kas dan setara kas milik perusahaan telah menciut hingga 55% dari semula mencapai Rp 23,64 triliun pada akhir September 2021, sekarang tersisa Rp 10,69 triliun pada akhir Maret 2025. Catatan kas akhir September 2021 sebagian besar merupakan biaya hasil IPO, mengingat kas dan setara kas BUKA pada akhir Desember 2020 hanya senilai 1,48 triliun.

Meski telah menghabiskan sejumlah biaya IPO, nomor tersebut nyatanya masih belum cukup agresif, dengan pihak otoritas bursa nan secara berkala mempertanyakan mengenai penggunaan biaya IPO oleh Bukalapak. BUKA juga diketahui setidaknya telah dua kali merevisi alokasi penggunaan IPO.

Mengutip laporan terbaru BUKA ke pihak Bursa pada 14 Januari 2025 lalu, biaya IPO BUKA tetap tersisa Rp 9,33 triliun dengan Rp 12 triliun biaya perolehan bersih Rp 21,32 triliun telah direalisasikan.

Rp 12 triliun dan lebih dari tiga separuh tahun kemudian, perusahaan tetap mencatatkan rugi upaya Rp 94,38 miliar. Meski demikian BUKA sukses membukukan untung bersih Rp 110,66 miliar nan mana bukan berasal dari operasional melainkan diselamatkan oleh besarnya pendapatan finansial dari kembang deposito, bank dan obligasi pemerintah nan nilainya mencapai Rp 233,1 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Perusahaan tetap urung membukukan untung dari operasional meskipun telah berupaya melakukan pivot upaya dan memangkas beban penghasilan karyawan.

Jumlah karyawan BUKA tercatat mencapai 2.236 pekerja pada akhir 2021 alias bertepatan dengan suksesnya penggalangan biaya publik oleh BUKA. Jumlah tenaga kerja tersebut naik signifikan dari akhir 2020 dan pada tahun-tahun setelahnya konsisten mengalami penurunan dalam upaya perusahaan mengejar profitabilitas secara operasional - nan tetap belum terwujud hingga saat ini.

Terbaru jumlah tenaga kerja Bukalapak tersisa 752 tenaga kerja pada akhir Maret 2025, alias telah berkurang 1.484 pekerja dari akhir 2021 lalu.

Beban penghasilan perusahaan tercatat mencapai Rp 736 miliar pada 2021, nyaris Rp 1 triliun alias secara spesifik Rp 917 miliar pada 2022, dan kemudian secara konsisten mengalami penurunan menjadi Rp 768 miliar pada 2023 dan Rp 493 miliar pada 2024.

Terbaru beban penghasilan BUKA pada kuartal pertama tahun ini mencapai Rp 84,95 miliar alias kira-kira setara Rp 340 miliar jika disetahunkan.

Tutup Lapak

Awal tahun ini, eks startup unicorn nan didirikan oleh Achmad Zaky - nan mundur sebelum perusahaan IPO - memutuskan untuk menutup jasa e-commerce nan merupakan upaya awal perusahaan. Bukalapak mengungkapkan perusahaan melakukan transformasi sebagai upaya untuk meningkatkan konsentrasi pada produk virtual. Hal itu dimulai dari rencana penghentian jasa operasional produk bentuk pada aplikasi dan situs websitenya.

"Setelah melalui pertimbangan dengan penuh kehati-hatian, kami memutuskan untuk menghentikan jasa penjualan produk bentuk di aplikasi dan situs web Bukalapak milik Perseroan," tulis manajemen melalui keterbukaan info Bursa Efek Indonesia (BEI).

Manajemen menyampaikan, sebagai tindak lanjut dari rencana tindakan korporasi tersebut, pihaknya terus melakukan peninjauan kembali terhadap prospek sejumlah segmen upaya Perseroan

Manajemen mengaku, penghentian jasa produk bentuk bakal berakibat kepada sejumlah tenaga kerja di seluruh ekosistem upaya Perseroan.

"Dalam pelaksanaannya Perseroan bakal memastikan pemenuhan seluruh kewenangan dan kompensasi para tenaga kerja nan terdampak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan nan berlaku," sebutnya.

Manajemen menyebut, meskipun telah melakukan beragam upaya terbaik namun lini upaya produk bentuk pada Aplikasi dan Situs Web Bukalapak terus menunjukkan penurunan kontribusi pendapatan dan pertumbuhan selama tiga tahun terakhir nan diakibatkan oleh perubahan dinamika pasar dan tantangan industri.

Di lain sisi, biaya operasional untuk lini upaya tersebut terus menunjukkan peningkatan nan signifikan.

Proses penghentian jasa produk bentuk bakal dilakukan secara berjenjang dan bakal dimulai pada Februari 2025. "Perubahan ini adalah langkah nan diperlukan untuk konsentrasi pada lini upaya nan telah kami kembangkan dan nan mempunyai pertumbuhan vang lebih besar," tulisnya.

Manajemen Perseroan optimis bahwa dengan berfokus pada jasa produk virtual serta lini upaya nan telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir, Perseroan dapat memperkuat posisinya dalam ekosistem digital serta memberikan jasa terbaik kepada pengguna.

"Langkah ini adalah bagian dari strategi jangka panjang Perseroan untuk terus relevan dan kompetitif di industri agar dapat menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan Perseroan, terutama pemegang saham Perseroan," jelasnya.

Manajemen menegaskan, penghentian jasa produk bentuk tidak mempunyai akibat nan merugikan terhadap kelangsungan upaya Perseroan. Layanan produk bentuk pada Aplikasi dan Situs Web Bukalapak mempunyai kontribusi sekitar 3% (tiga persen) dari seluruh pendapatan Perseroan.

Sebaliknya, Penghentian Layanan Produk Fisik mendukung upaya Perseroan untuk mencapai EBITDA positif.

Investor Merugi

Sempat digadang-gadang sebagai pembuka jalan 'pesta' saham teknologi di bursa di awal melantai di bursa, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) malah menjadi saham IPO (initial public offering) dengan perolehan biaya jumbo terboncos sepanjang sejarah.

Bukalapak dengan proceed nan jumbo kala itu turut menyedot likuiditas pasar. Pada debut perdana di bursa, 6 Agustus 2021, para pemegang sahamnya berpesta lantaran saham BUKA melonjak 24,71% ke Rp1.060/saham.

Pada hari kedua, 9 Agustus 2021, BUKA tetap sanggup naik dengan ditutup di Rp1.110/saham alias menguat 4,73% secara harian. Level itulah nan menjadi level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) harian saham BUKA hingga saat ini.

Hal tersebut karena, semenjak itu, saham BUKA langsung terjatuh dengan cepat, dengan terakhir kali berada di atas nilai IPO pada 30 September 2021 (Rp860/saham).

Bahkan, pada 5 Agustus 2024, nilai saham BUKA berada di level penutupan terendah (all time low/ATL), ialah di nomor Rp109/saham.

Sementara, andaikan dibandingkan dengan posisi pada perdagangan Senin (7/7/2025), saham BUKA sudah ambruk 85,29% dari nilai saat IPO.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Dicecar Soal Penutupan Physical Marketplace, Ini Respons Bukalapak

Selengkapnya